An-Nawaqidhul Islam 23 : Penjelasan Kaidah Ketiga Kitab Nawaqidhul Islam Bagian 4
Dan keyakinan kita tentang kekufuran orang-orang yang
Musyrik & orang-orang yang Kafir bukan berarti kita tidak berakhlak kepada
mereka, didalam Islām kita meyakini kekufuran orang-orang musyrikin tetapi disana
ada batasan², boleh seseorang bermuamalah sesuai dengan batasan² syariat.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla membolehkan kita untuk berbuat
baik kepada mereka selama mereka tidak memerangi kita didalam agama kita &
tidak mengeluarkan kita dari daerah kita, maka kita diperbolehkan untuk berbuat
baik kepada orang-orang Kafir sekalipun, berbuat adil.
لَا
يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ
لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ
يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ
تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ
يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
[QS Al-Mumtahana 8]
“Allāh Subhānahu wa Ta’āla tidak melarang kalian dari
orang-orang yang tidak memerangi kalian didalam agama,
وَلَمْ
يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ
Dan mereka tidak mengeluarkan kalian dari daerah kalian
/tidak mengusir kalian”.
Allāh tidak melarang bagi kita semua untuk
أَنْ
تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ
“berbuat baik kepada mereka & juga berbuat adil
kepada mereka”.
Berbuat baik memberikan hadiah misalnya atau memberikan
shodaqoh seandainya kita adalah tetangga dari orang yang kafir/ orang Nashrani
kemudian kita ingin memberikan hadiah atau memberikan shodaqoh.
Maka ini tidak masalah tidak dilarang dalam agama. Namun
Kita harus meyakini bahwasanya mereka adalah orang yang kafir tidak boleh kita
meyakini bahwasanya mereka muslim & tidak boleh kita ragukan bahwasanya
mereka adalah orang yang kafir. Bermuamalah dengan cara ini diperbolehkan.
Demikian pula diperbolehkan jual beli dengan mereka, dan
dahulu Rasulullãh ﷺ
beliau pernah berhutang kepada orang Yahudi, maka ini diperbaiki
وَتُقْسِطُوا
إِلَيْهِمْ
Demikian pula berbuat adil kepada orang-orang kafir maka
ini diperbolehkan. Dan seorang muslim diperintahkan untuk berbuat adil kepada
siapa saja baik kepada seorang muslim maupun kepada orang yang kafir. Demikian
pula diperbolehkan untuk membuat perjanjian perdamaian dengan mereka,
sebagaimana Rasulullãh ﷺ
dahulu membuat perjanjian dengan orang-orang yahudi, yaitu ketika awal awal
beliau datang sampai ke Madinah & dikota Madinah telah tinggal sebelumnya
orang-orang yahudi maka beliau membuat perjanjian dengan orang-orang yahudi.
Demikian pula ketika Hudaibiyah beliau membuat perjanjian
perdamaian dengan orang-orang Musyrikin quraish.
Demikian pula seorang anak yang memiliki orang tua yang
kafir maka harus meyakini hal itu adalah kufur & tidak boleh dia meyakini
bahwasanya dia adalah muslim dan tidak boleh ragu tentang kekufuran mereka
tetapi Allāh Subhānahu wa Ta’āla masih memerintahkan seorang anak untuk
berbakti kepada kedua orang tuanya meskipun orang tuanya adalah seorang yang
kafir kecuali apabila diperintahkan untuk berbuat maksiat & menyekutukan
Allāh Subhānahu wa Ta’āla, apabila diperintahkan untuk berbuat maksiat /kufur
/menyekutukan Allāh maka tidak boleh seorang anak mematuhi orang tua didalam
masalah ini.
وَإِنْ
جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَنْ تُشْرِكَ
بِي مَا لَيْسَ لَكَ
بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا
ۖ
[QS Luqman 15]
“apabila orang tuanya memaksa dia untuk menyekutukan
Allāh, maka tidak boleh ditaati ”.
وَصَاحِبْهُمَا
فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ
“akan tetapi pergauli lah mereka di dunia dengan ma’ruf”.
Kita masih diperintahkan untuk berbakti kepada kedua
orang tua kita meskipun dia adalah seorang yang musyrik atau dia adalah seorang
yang kafir tetapi apabila sudah disuruh untuk menyekutukan Allāh, melakukan
kekufuran, berbuat maksiat maka tidak halal bagi seorang muslim untuk mentaati
orang lain didalam kemaksiatan kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Sumber : Halaqoh Silsilah Islamiyyah bimbingan Ustadz Abdullah Roy Lc. MA